Minggu, 19 Desember 2010

cerpen

MANFAAT SEBUAH HUKUMAN


sebuah kenyatan yang telah terjadi sebelumnya tak pernah terbayangkan olehku. Berada di suatu tempat di mana kebanyakan remaja akan bilang TIDAK jika di tanya ”maukah kau tinggal disini.......?”

PONDOK PESANTREN sebuah tempat yang dulu asing bagiku. Tapi kini ternyata aku berada ditempat itu.

Dengan segunung peraturan dan segudang bentuk takziran, membuat tempat itu bagaikan penjara bagiku, bahkan mungkin lebih sengsara.

Dengan terbatasnya ruang gerak, membuat aku sering membuat palanggaran. mulai dari tidak mengikuti pengajian karna malas, keluar malam karna mencari hiburan, bahkan mengpungpun pernah aku lakukan. Karena mungkin dengan cara itulah aku bisa melupakan rumah seisinya, dan mencoba mencari kesenangan di luar. Sehingga aku bisa tinggal beberapa waktu disini dan ortuku yang memaksaku marasa puas dengan apa yang kurasakan saat ini.

Pikiran seperti itulah yang mambuatku beranggapan bahwa ortuku tidak sayang lagi padaku.

Tujuh bulan sudah aku disini, mangaji dan mengaji kini menjadi pekerjanku yang membosankan, dan tak ketinggalan beberapa takziran karena sering melanggar membuatku pikiranku jadi ruet. Tapi jika gak melanggar pikiranku lebih ruet karna kurang hiburan, dan melanggar kini menjadi pekerjaanku yang mengasikkan, walau beberapa sangsi menunggu jika ketahuan. Tapi itu tak jadi masalah bagiku.

Dari jam 4 pagi aku bangun sampai sekarang jam 10 malam, kegiatanku padat, mulai dari sekolah, ma’nani, sorogan, syawir, dnan lain-lain, membuat pikiranku ruet, budrek, dan kalau dipikir terus mungkin aku bisa gila.

Malam ini terlihat sangat gelap, karena beribu bintang dan bulan yang menyinar bumi

tertutup awan yang menguasai langit. Dan malam saperti itulah yang ku tunggu-tunggu.

Seperti malam-malam sebelumnya akupun merencanakan sesuatu, mencoba memanfatkan kegelapan malam untuk mencari hiburan diluar sana.

Dengan bekal nekat dan beberapa pengalaman akupun mulai beraksi. Seperti para NAPI yang ingin keluar dari jeruji besi, aku mengendap-endap di jeding belakang untuk menuju kepagar pondok.

Kawat berduri yang menjadi pagar pondok merupakan salah satu rintangan yang harus aku lewati, dengan keahlian kusus tana harus kasusahan akupun dapat melewati pagar itu.

Setelah melewati pagar aku mulai melangkahkan kaki. Beberapa meter aku berjalan, aku mulai sadar bahwa ada yang mengetahui perbuatanku ini. Dengan sedikitkan mengerutkan kaning dan mempertajam panglihatanakupun melihat seseorang mencoba manangkapku. Sekitar 25 meter dia berlari kearahku, tanpa pikir panjang akupun berlari sekuat tenaga dengan harapan terlepas dari kejaran orang itu.

Dalam keadaan jantung yang berdetak kancang, akupun berlari sangat kencang bagaikan valentina rosi (24 KM per jam).

Cukup jauh aku berlari, dan tubuhkupun mulai lelah dengan kata lain aku ingi istirahat. tetapi kejaran orang itu membuatku harus tetap berlari

”sembunyi.......ya.....sembunyi.” aku dapat ide.

Seketika aku berhanti dan sembunyi ditempat yangrimbun.

Dalam keadan takut, aku mulai mangatur nafas dan mencoba mananangkan pikiran.

”tanang......... OK”. Ucapku lirih. Berlahan hatiku mulai tenang.

Tiba-tiba orang yang mengejarku tadi berada di depanku.

”ya ALLAH tolong aku” Aku berdo’a dalam hati

Karena orang itu berada di depanku, hatikumulai tak tenang lagi.

Dalam kadaan yang gelap aku mencoba memahami siapa dia.

Ternyata orang yang mengetahui perbuatan ku dan mencoba menangkapku tadi adalah pak barok.

Pak barok adalah guruku ngaji sorogan setelah magrib. Selain ustad dia juga pengurus pondok yang yang selalu menyidang santri bermasala. Seperti aku ini jika ketahuan pasti aku ditangkap dan akhirnya di takzir.

Sekitar 5 manit aku disini dan pak barokpun sepertinya telah pergi.

”slamet........slamet” ucpku dalam dad seolah melepas lega.

Aku berdiri dan mulai berjalan, niatku semula hilang. Aku bungung harus kemana. Kakiku terus berjalan tanpa tujuan.

Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya aku menemukan msjit kecil. Tubuhku yang leleah seakan-akan mengajakku kesana. Aku duduk disalah-satu pojok masjit itu sebelum akh9rnya tertidur lelap.

”dik.....dik....bangun” ucap seseorang sambil memegang pundakku. Aku terbangun dan mengingat-ngingat apa yang telah terjadi. Setelah ingat semua aku berdiri, berjalan menuju jeding dan berwudlu lalu akupun ikut berjamaah subuh dengan warga.

Sholatpu telah usai, semua orang yang ikut berjamah satu persatu pulang. Tak memakan waktu lama masjitpun kosong kecuali aku yang duduk dibawah beduk.

Kegelapan malam berlahan hilang dan mataharipun muncul dari timur, rasa lelahkupun pada tubuhku telah hilang berbarengan dengan cerahnya pagi ini. Dan akhirnya aku berniat pulang kepondok..

Sesampai di pondok aku langsung kekamar dan menceritakan kejadian semalam pada kajadian semalam pada santri yang sekamar denganku, merekapun merespon dengan tertawa terbahak-bahak.

Ditengah canda tawa kami tiba-tiba mahfud kakak kelasku membuka pintu kamar.

”assalamualaikun” ucap mahfud dengan hanyaa menongolkan kepalanya.

”wa’laikumsalam” ucap kami serentak

”ada yusup.....?”.

”saya kang”jawabku memberi tahu.

”pak barok menyuruhmu untuk kekamarnya sekarang”.

”duk”expresiku kaget. jantungku mulai berdetak kencang dan pikiranranku langsung tertuju pada kejadian semalam.

”ya, saya akan sagera kekamar pak barok sekarang”kataku berat.

”matur suwun, assalamualaikum” ucapmahfud sebelum akhirnya pergi.

Aku segera manuju kekamar pak barok. Di perjalan aku berdo’a semoga aku di pamhgil bukan karena kejadian semalam.

Setelah sampai dikamar pak barok kakiku mulai gemetar rasa takut terus merasuk kepikiranku dan membuat jantungku brdetak lebih kencang.

”assalamualaiku”ucapku sambil membuka pelan-pelan pintu kamar.

”wa’alaikumsalam” jawabnya.

Aku melihat seseorang berdiri menghadap keluar jendela.

”duduk”perintahnya tiba-tiba.

”akupun duduk sambil memasang muka melas dan pak barokpun duduk di depanku.

”semalam kamu di mana.......?”.

”dikamar pak”.

”bener........?.

Aku diam tak berani berbohong lebi jauh.

”jawab”bentak pak baro sambil memukul tembok dengan telapak tanganya.

Aku tersentak kaget.

Keadaan ku yang tertekan dan sangat takut membuatku mengaku semuanya bahwa yang ia kejar semalam adalah aku.

Tanpa banyak pertibangan akupun diberi sanksi berupa mangisi kolah wudlu yang lumayan lebar. Susahnya lagi aku harus mengisi kolah dengan air sungai yang lumayan jauh dari pondok.

Dengan kertas bertuli KELUAR MALAM aku mangambil air dengan 2 emmbar ditanganku.

Rasa lelah ples malu yang kurasakan karena cibiran warga yang bersarang di telingaku membuat aku memaki-maki pak barok walau dalam hati. Kini aku sangat mambenci pak barok. Jangankan melihat orangnya mendengar orang menyebut namanya saja aku pegel.

Setelah kejadian itu aku jadi taku akan sanksi sehingga membuatku bertekat untuk tidak melanggar lagi.

Hari-hari terus berlalu dan kini kulewati tanpa satu palanggaranpun. Rasa takut akan sanksi membuatku selalu mematuhi peraturan, dan berlahan aku terbiasa hudup tertib.

Setelah kupikir-pikir tenyata menjadi santri tanpa haris melanggar ternyta lebih enk dan labi kerasan dipondok.

Kini melanggar peraturan menjadi suati yang asing bagiku, dan itu semua berkat hukukuman yang diberikan padaku waktu iti.

Walau awalnya membenci pak barok karena telah menghukumku terlalu berat bagiku, kini aku sadar bahwa pak barok dan hukumanmyalah yang membuatkuberubah 180%.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar